Breaking

Selasa, 11 Januari 2022

ANALISIS PERSPEKTIF SALAFI MADZHAB AL-ASY’ARI DALAM MEMAHAMI AHLUSUNNAH WAL JAMA’AH

        Ahlussunnah Wal Jama’ah atau dalam kesehariannya disebut sebagai Aswaja pada hakikatnya adalah ajaran Islam seperti yang di ajarkan Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Karena itu secara embrional Aswaja sudah muncul sejak munculnya Islam itu sendiri. Namun penamaan Ahlussunnah Wal Jama’ah sebagai nama kelompok belum lahir pada masa Rasulullah SAW, tapi baru muuncul pada abad ke-3 Hijriyah. Dalam catatan para ulama, al-Imam al-Hafizh az Zabidi adalah salah satu dari sekian banyak ulama yang merekam istilah Ahlussunnah Wal Jama’ah. Dalam karyanya "Ithaf as-Sadah al-Mutaqin (II/6)," beliau mengatakan :

    Bila Ahlussunnah di sebutkan, maka yang di maksud adalah pengikut madzhab al-Asy’ari dan al-Maturidi.”            


Pada perkembangannya, Nahdhattul Ulama (NU) menjadi salah satu organisasi kemasyarakatan keagamaan bahkan yang terbesar di dunia yang meformulasikan Aswaja sebagai dasar ajaran keagmaannya. Kerangka pemahaman Aswaja yang di kembangkan NU memiliki karasteristik kusus yang mungkin membedakan dengan kelompok muslim lain, yang berporos pada tiga ajaran pokok dalam Islam, yang meliputi : bidang akidah, fikih, dan tasawuf. Dalam bidang akidah yag di ikuti ahlussunnah waal jama’ah khususnya NU adalah pendekatan pemikiran-pemikiran akidah Abu al-Hasan al-Asy’ari Abu Mansur al-Maturidi, di bidang fikih mengikuti model pemikiran dan istinbat hukum empat Imam Madzhab (Aimmah al-Madzhaib al-Arba’ah) yaitu Imam Hanafi, Imam Syafi’i, Imam Maliki dan Imam Hanbali. Sedangkan di bidang tasawuf, NU mengikuti polla pendekatan al-Junaid al-Baghdadi dan Abu Hamid al-Ghazali. Madzhab al-Asy'ari merupakan aliran teologis yang di ikuti oleh Nahdhatul Ulama, juga merupakan madzhab terbesar dalam sejarah Islam. Madzhab ini di ikuti oleh mayoritas kaum muslimin dari dulu hingga kini serta di dukung dan di sebarluaskan oleh mayoritas ulama Islam dari latar belakang keilmuan yang berbeda, mulai dari ahli tafsir, ahli hadits, ahli fikih, ahli gramatika, bahasa, sastra dan lai-lain. Sebagai sebuah madzhab pemikiran yang doktrin-doktrin dan gagasan-gagasannya telah di uji oleh sekian banyak ulama terkemuka sepanjang masa, tentu saja memiliki kedalaman dan keluasan konsep-konsep dalam bidang akidah yang hanya mampu di kuasai oleh orang-orang yang memiliki ketajaman daya fikir dan ketekunan dalam belajar dan mengkaji. Meskipun demikian, mungkin karena sulitnya mencerna konsep-konsep akidah madzhab terbesar ini, tidak jarang membuat kalangan tertentu menaruh curiga dan terkadang memfonisnya telah keluar dari tuntunan al-Qur’an, sunnah dan manhaj ulama salaf yang shaleh. Khususnya bagi orang-orang yang beraliran salafi yang tentunya tidak selalu sefaham dengan aswaja, mereka banyak mengkritik dan mempertanyankan segala hal yang ada di dalam aswaja. Ada salah satu pertanyaan yang terkenal dari orang yang beraliran salafi, pertanyaannya seperti ini : 

            Kalau memang Nahlatul Ulama mengklaim mengikut Madzhab Ahlussunnah Wal- jama’ah, mengapa mengikuti madzhab al-Asy’ari, kok tidak mengikuti ulama salaf yang saleh saja yang memang benar-benar Ahlussunnah Wal-jama’ah..?”.

              Dari Pertanyaan laki-laki salafi yang sederhana ini pada dasarnya belum pernah terlintas. dalam pikiran orang-orang Nahdliyin selama ini. Dan di sinilah kritika para kaum salafi dilihatkan, mereka berspektif kalau Madzhab al-Asy’ari belum tentu Ahlussunnah Wal Jama’ah. Keyakinan mereka terhadap al-Asy’ari belum secara sepenuhnya yakin bahwa beliau adalah Ahlussunnah Wal Jama’ah. Belum puas dengan kritiknya yang tadi, dari mereka kaum salafi bertanya lagi seperti ini:

           Apakah dali-dalil yang menunjukan bahwa madzhab al-Asy’ari itu Ahlussunnah Wal Jama’ah atau al-firqah al-najiyah ?

            Pada kesimpulannya yang bisa di tangkap dari pertanyaaan tersebut adalah bahwa anggapan mereka tentang madzhab al-Asy’ari itu bukan Ahlussunnah Wal-jama’ah. Madzhab al-Asy’ari tidak mengikuti ajaran ulama salaf yang saleh, dan pada gilirannya Nahdlatul Ulama bukan Ahlussunnah Wal-jama’ah. Tentu saja pertanyaan ini sangat mengejutkan, bukankah sebagian besar kitab-kitab tafsir dan hadits yang menjadi materi kajian para ulama yang bermadzhab al-Asy’ari seperti al-Imam al-nawawi, al-Hafizh al-Sakhawi, al-Hafzh al-Suyuti dan lai-lain? Bahkan sebagian besar literatur dalam berbagai bidang yang menjadi rujukan para pakar dan mahasiswa yang ada di Saudi Arabia juga ditulis oleh para ulama yang bermadzhab al-Asy’ari? Apabila para ulama tersebut bukan Ahlussunnah wal-jama’ah, lalu melalui siapa mereka mempelajari agama Islam? 

         Berangkat dari pertanyaan-pertanyaan tersebutlah makalah ini saya susun. Seiring berkembangnya arus globlalisasi yang menawarkan banyak wacana, pemikiran dan bahkan ideologi yang tidak jarang yang tidak jarang sangat bersinggungan dengan ranah ideologi dan bahkan tidak jarang bersinggungan dengan ranah ideologi nahdliyyin, melahirkan berbagai problem yang harus di hadapi dan di berikan jawabannya secara cerdas dan ilmiah.



Dabir :
Aurelia Jesura Widho Pradani (E91219069)


Tidak ada komentar:

sample terbang banjari.zip + yaa makkatal asyroofi cover banjari "ayo sholawat"

ya makkatal asyroofi by: mahasiswa uinsa-ma'had annur wonocolo 1. husni hamdani (gresik) 2. m. rizkillah (pacet, mojokerto) 2...