Breaking

Rabu, 16 Oktober 2019

BINCANG ADZAN NAN TABU TV



Berberbicara : (22/10) - masalah penglihatan atau ‘ain, akhir-akhir ini kita faham akan apa yang dinamakan dengan tele  dan visio. Dua kosakata ini terlahir sebagai karya prematur di abad 19 awal. Walaupun tidak semua orang faham fungsinya, kebanyakan orang merasa nyaman dengan keberadaanya. TV ditilik dari terminologi sebagai “penglihatan yang jauh”, jauh dari letak dan keterbatasan manusia. Sebenarnya dengan keberadaannya hari ini semakin mempermudah dalam menjangkau informasi, religi, ekonomi, politik dan sosial di berbagai macam daerah. Hanya saja perlu dipilah secara jelih agar dapat membedakan peta gerakan tiap tayangan yang ditayangkan, sebab euforia yang dominan menggiring gaya berfikir masyarakat terlalu sentimen.
Bertumbuhnya peradaban media pemberitahuan pasca rezim-rezim pemerintahan semakin memperkuat pilar demokrasi di Indonesia justru menjadi alat politisasi demi kepentingan kelompok tertentu. Sejauh ini, beberapa media arus utama menjadi lebih partisan karena konsentrasi kepemilikan yang semakin kokoh di ranah politik. Disisi lain juga mempunyai pengaruh yang kuat di ruang-ruang redaksi turut menjadi elit politik yang akan dengan mudah menggiring arah pemberitaan ke arah kepentingan oligarki yang menunggangi media tersebut. Wallahualam,,,, dan lanjut saling saembara mendominasi opini publik. Bahkan hubungannya tidak terbatas pada politik semata, namun erat hubungannya dengan ekonomi-politik, yang kian larut dan menggusur posisi film-film penetral tayangan TV.
Suatu contoh dongengan adzan, Bilal bin Rabbah sebutan masyhurnya, ia adalah salah seorang tokoh revolusioner yang berpengaruh besar terhadap lingkungan kala itu. Bagaimana bisa tidak masyhur, dalam kurun waktu 24 jam lamanya suaranya menggema. Sebelum itu ketika para sahabat dikumpulkan oleh baginda Rasulullah S.A.W untuk mempertemukan suatu lambang panggilan sholat, kala itu penanda yang ditawarkan oleh para sahabat berbeda-beda, mulai dari (bendera, lonceng yang menyerupai kaum nasrani, terompet seperti kaum yahudi, penanda api) ditawarkan kepada Rasulullah. Dan semua tawaran itu ditolak mentah-mentah dan diluruskan hanya dengan “assalatu jami’ah (marilah salat berjamaah)” yakni sebagai gagasan yang moderat dari Rasulullah S.A.W. Sebagaimana detail kisahnya telah dijelaskan dalam sebuah hadis dalam Shahih Muslim yang diriwayatkan oleh Imam Muslim :

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّهُ قَالَ كَانَ الْمُسْلِمُونَ حِينَ قَدِمُوا الْمَدِينَةَ يَجْتَمِعُونَ فَيَتَحَيَّنُونَ الصَّلَوَاتِ وَلَيْسَ يُنَادِى بِهَا أَحَدٌ فَتَكَلَّمُوا يَوْمًا فِى ذَلِكَ فَقَالَ بَعْضُهُمُ اتَّخِذُوا نَاقُوسًا مِثْلَ نَاقُوسِ النَّصَارَى وَقَالَ بَعْضُهُمْ قَرْنًا مِثْلَ قَرْنِ الْيَهُودِ فَقَالَ عُمَرُ أَوَلاَ تَبْعَثُونَ رَجُلاً يُنَادِى بِالصَّلاَةِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ  صلى الله عليه وسلم « يَا بِلاَلُ قُمْ فَنَادِ بِالصَّلاَةِ

Suatu waktu ketika kaum muslimin tiba di Madinah, mereka berkumpul sembari menunggu waktu salat. Namun tidak seorang pun di antara mereka yang bisa memberitahukan bahwa waktu salat telah masuk. Sehingga pada suatu hari mereka bermusyarawah untuk membahas persoalan tersebut. Sebagian sahabat mengusulkan agar menggunakan lonceng sebagaimana yang digunakan oleh orang-orang Nasrani dan sebagian yang lain dengan tanduk sebagaimana digunakan oleh orang-orang Yahudi dalam upacara keagamaan mereka, Namun sahabat Umar bin Khaththab berkata “Alangkah baiknya kalian menjadikan seseorang yang bertugas untuk memanggil orang-orang salat”, kemudian Rasulullah SAW menyetujui usulan Umar dan berkata “wahai Bilal, berdirilah serta panggillah manusia untuk mendirikan salat!”.

Instrumen lain seiring dengan hal itu, Abu Daud meriwayatkan sebagai berikut :

عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ عَمِّهِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدٍ قَالَ أَرَادَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- فِى الأَذَانِ أَشْيَاءَ لَمْ يَصْنَعْ مِنْهَا شَيْئًا قَالَ فَأُرِىَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ زَيْدٍ الأَذَانَ فِى الْمَنَامِ فَأَتَى النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم فَأَخْبَرَهُ فَقَالَ « أَلْقِهِ عَلَى بِلاَلٍ

Abdullah bin Zaid berkata : “Nabi SAW berkeinginan untuk mencari cara dalam memberitahukan waktu salat (adzan), namun beliau belum juga menemukannya”. Abdullah bin Zaid telah bermimpi mengenai kalimat-kalimat azan dalam tidurnya. Lalu dia mendatangi Nabi SAW untuk memberitahukan hal tersebut, kemudian Nabi SAW pun berkata “Ajarkanlah kata-kata itu kepada Bilal!”.
Maksudnya, dari warna-warni tayangan sang TV, grahita Stasiun TV Publik terhadap personal-personal manusia yang ada di tiap rumah bisa sadar akan esensial seperti adzan lima waktu “yang selalu ditayangkan benar nan sesuai tanpa ada kata dominan substansial”, sehingga dapat menuai sisi kemaslahatan ummat manusia saat menyalakan robot visualnya di rumah, tanpa mengurangi khusnudzonnya pada goverment .
            Sebagai penutup, pesan dari salah satu pengasuh pondok di daerah sutong : sering-seringlah melantunkan “hasbunalloh wani’mal wakil”,,, kenapa...??? sebagai acuan implisit, lafadz ini membenarkan tentang segala bentuk ke-Esaan Allah sebagi satu-satunya dzat yang dapat menetralisir semua warna yang sedang fana dan buta arah.... 
WALLAHUALAM....


Jazaakumulloh hi khoiron katsiron.....
Wallohulmuwaffiq, ilaa aqwamith thorieq....
Wassalamualaikum, wr,wb....










Editor : alineasutong
Point Helper : Ruri

sample terbang banjari.zip + yaa makkatal asyroofi cover banjari "ayo sholawat"

ya makkatal asyroofi by: mahasiswa uinsa-ma'had annur wonocolo 1. husni hamdani (gresik) 2. m. rizkillah (pacet, mojokerto) 2...